Sore yang kelam, karena saat itu langit mendung,
rintik-rintik air mulai turun, kilat berlarian saling menderu membawa suara
petir yang menggelegar bersamaan dengan hembusan angin yang dingin menusuk pipi
seorang remaja di luar sana, aku terduduk melamuni sesuatu, entah apa yang
dipikirkan oleh ku yang jelas aku terlihat melankolis sore ini. Tiba-tiba aku
mulai meradang dan mataku berkaca-kaca dan berdoa.
“Ya Allah
mengapa nasibku seburuk ini, mengapa Engkau tidak masukan aku kuliah ditempat
yang aku inginkan, dimana aku bisa menitik karir disana dan menjadi seseorang
yang berguna kelak”. Pekik ku dengan tetesan air mata mengalir deras jatuh ke
atas sejadahku, yang sedari tadi aku duduki sambil memandang keluar jendela
kamarku.
“Dingin
sekali… tapi aku harus tetap pergi ngojek payung karena hujannya deras dan sore
hari, pasti di stasiun sudah banyak orang pulang kerja dan tidak membawa
payung”. Desir angin membawa suara samar remaja di luar tadi yang masuk melalui
celah-celah jendela yang sedikit terbuka. Dia berlalu dan membawa payungnya
pergi.
Aku masih
terduduk memikirkan nasibku yang entah mau dibawa kemana. Aku mulai bangkit
ketika terdengar bunyi nyaring sms ku. ‘kkrrriiiiing…’. Hp ku menampilkan satu
pesan dan ketika aku baca berbunyi.
“Assm. Dodi,
Denis dapat kabar dari ka Arif kalau kita besok disuruh datang ke tampat
bimbelnya, katanya kita mau dites dan jika lolos kita akan menjadi murid bimbel
disana”. Hatiku berbunga-bunga, rasanya jantung ini mulai berdetak kembali.
Alhamdulilah, harapan baru telah muncul walaupun aku tidak diterima di
universitas yang aku mau tapi tahun depan pasti aku bisa menggapainya, karena
aku akan berusaha agar aku lolos pada seleksi pemilihan murid bimbel itu.
Dengan begitu jalanku akan mulus. Paru-paru seperti dipompa oleh udara segar
penuh oksigen, segar sekali. Aku memutuskan untuk sholat isya dan melanjutkan
sholat sunnah, hajat. Setelahnya seperti biasa aku berdoa agar diterima di
universitas yang aku inginkan. Kemudian bunga-bunga berterbangan di atas
kepalaku, tatkala aku membaringkan tubuh kaku yang mulai melunak ini, semakin
lama bunga meredup dan aku tertidur.
Pagi
hari aku mulai berdebar-debar tidak karuan, kami berangkat bersama ke tempat
bimbel ka Arif, kami kenal dengannya dahulu ketika dia masih mahasiswa, dia
mengajari kami ekonomi. Tapi sekarang dia telah lulus dan membuat usaha tempat
bimbelnya. Aku bersemangat pagi ini, diperjalanan setelah aku hitung berjumlah
tujuh orang, aku pikir persaingan memperebutkan kursi tempat bimbel lumayan
keras. Entah berapa yang akan diterima yang jelas terdapat seleksi katanya.
Kami sampai dan langsung masuk, kami diterima oleh ka Reni namanya mungkin kami
harus mendaftar terlebih dahulu kepadanya. Dia baik, murah senyum, dan tidak
terlihat jutek. Setelah emngisi formulir kami berbincang-bincang dengannya,
sambil tertawa-tawa kami terus berbincang, tiba-tiba ka Arif yang punya tempat
bimbel datang, katanya dia habis mengajar di daerah Jakarta.
“Hallo, anak-anak dari sekolah Yabim ya?”. Sapanya dengan
lembut. Kesan pertamaku setelah melihatnya lebih dekat, walaupun dia menyapa
dengan ramah tapi aku tidak bisa melihat keramahan yang alaminya. Aah… entahlah
mungkin aku terlalu terbawa suasana hati yang sedang mendung.
“Iyaa..”.
kami serempak menjawab. Mungkin hanya aku yang terdiam, hanya senyuman kecil
aku simpulkan kepadanya.
Kami
diberitahukan olehnya bahwa kami diterima semua bimbel disana tanpa terkecuali,
Alhamdulilah, pikirku lega. Dengan begini aku akan bisa meraih mimpiku yang
tertunda. Pepatah mengatakan ‘kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda’.
Jadi selama ini aku sebenarnya sukses akan tetapi masih tertunda menunggu waktu
yang tepat untuk meraihnya. Mungkin itulah kepercayaan diriku yang setelah aku
pikir tidak dimiliki oleh anak-anak yang lainnya. Setelah berbincang lama kami
memutuskan pulang. Di perjalanan aku berbincang dengan Denis teman baikku.
“Nis, ko
kita bisa diterima semua ya, apa ka Arif gak rugi?”. Kataku.
“Iya Dan,
aku juga berpikir begitu apakah ka Arif hanya membohongi kita agar kita belajar
terlebih dahulu agar ketika menjawab soal-soal kita bisa”. Timpalnya.
“Bisa jadi
begitu Nis”. Kataku sambil mata menerobos kedepan tanpa arah. “kamu mau pulang
langsung?”. Tanyaku kemudian.
“Sepertinya
begitu Dan, yaudah ketemu lagi besok pagi ya, kita kan sudah mulai belajar di
tempat bimbel ka Arif jadi sering ketemu, daah.. Assalamualaikum”. Kata-kata
terakhir ini menutup pembicaraan kami dan kami berpisah di persimpangan jalan,
aku masuk gang dia menuju jalan besar untuk naik angkot ke arah rumahnya.
Kami
berpisah. Dengan perasaan yang bercampur aduk aku terus berjalan, lagi-lagi aku
seperti tidak memiliki arah tujuan dalam perjalanan ku ini, gang yang biasa aku
lewati terasa berlalu begitu saja, seperti tidak ada orang lain yang melewati
jalanan ini dan dikanan kiri jalan ini juga. Setiba aku di suatu gang ketika
aku ingin melunjur kesana, aku tertegun melihat mantanku yang berjalan
sendirian di depan mataku.
“Ririn…”.
Teriakku dari arah belakangnya.
“Dana…
looh kok bisa ada disini? Rumah kamu kan di dekat stasiun sana, ngapain kamu
kesini?”. Berondongan pertanyaan keheranan darinya. Karena terakhir kali aku
kesini dua tahun silam. Belum sempat aku menjawab dia langsung menembak ku
dengan pertanyaan yang tak terduga. “Kamu mau maen kerumahku ya? Apa
jangan-jangan sekarang kamu sadar dan mau melamarku?”. Dia tertawa lepas sekali
setelah mengatakan itu. Aku bingung harus menjawab apa dan aku hanya ikut
tertawa.
“Kamu itu memang narsisnya gak ketulungan, dari dulu kita
pacaran sampe sekarang belom juga berubah”. Aku meledeknya dengan tertawa
kecil.
“Kamu juga
narsis”. Dia menimpali sambil menjulurkan lidahnya. Kami tertawa riang, padahal
pertanyaan dia belum bahkan sama sekali tidak terjawab. Sesampainya di warung
agar besar dia berhenti disana dan mungkin akan membeli sesuatu tapi aku
memutuskan pergi duluan dan kami berpisah.
Sesampainya
di rumah aku menjatuhkan tubuh di atas kasur yang sama sekali tidak empuk, jadi
ketika aku terjauth terdengar suara ‘jjdduuk’. Uuh… sebenarnya sakit tapi
karena entah sedang merasakan apa aku tidak merasakan apa-apa. Aku justru
tertidur, hingga adzan magrib membangunkanku. Pagi hari aku pergi sangat pagi
sekali ke tempat bimbel, karena aku akan mampir ke rumah Fahmi terlebih dahulu
dia mengajakku berangkat bersama kesana. Aku sampai di rumahnya.
“Fahmii…”.
Teriak ku di depan pintu.
“Iya,
Fahminya lagi mandi, tunggu aja ya”. Kakak Fahmi menimpali. Aku duduk di sebuah
kursi panjang yang terlihat kurus. Aku membaca buku IPS dan sesekali mengingat
tokoh-tokoh dalam sejarah Perang Dunia 1 dan 2. Aku tertarik dengan sejarah
perang dunia ke-2 karena di dalamnya ada Rusia atau Uni Soviet sejak lama aku
tertarik dengan sejarah Rusia, apalagi jika berbicara tentang Uni Soviet dengan
aliran komunisnya. 15 menit telah berlalu fahmi belum juga siap, setelah lima
menit berlalu kembali dia siap dengan wajah tidak menunjukan muka bersalah.
Kami berangkat, tidak masalah bagiku jika harus menunggu lama asalkan waktuku
tidak terbuang sia-sia karenanya. Aku ingin menjadikan waktu lebih produktif.
Kami belajar bersama dengan teman-teman lama tapi suasana kelas yang baru dan
guru-guru yang baru. Berjalan dengan detik ke detik, menit ke menit, jam ke jam
dan seterusnya hingga waktu belajarku telah bergulir selama dua minggu.
“Dan, gue
gak kuat deh bimbelnya, soalnya pelajarannya berat-berat apalagi Mtk nya gue
gak ngerti-ngerti nih”. Fahmi mengeluh kepadaku dan sepertinya selalu mengeluh
setiap kali kita belajar dan terutama sekali, matematika.
“Sabar lah
mi, mau kuliah dan sukses mana ada jalan yang mudah mi, sudah sering kita
dinasehati oleh para guru bahwa bimbel adalah proses awal menuju perkuliahan
yang nantinya kita dituntut untuk belajar lebih keras lagi”. Aku berusaha
menasehati dan membangkitkan semangatnya.
“Iya sih
Dan, tapi kalo harus kaya gini, gue jadi males kuliah… puyeng pala gue”.
Keluhnya.
“Iya
terserah lo deh mi, masa depan kan lo yang tanggung”. Aku pasrah karena tidak
ada kata lain lagi yang bisa aku katakana untuk menasehatinya, karena dia sudah
begitu kepayahan dalam belajar. Aku sempat meragukan dirinya takut-takut kalau
dia minta keluar dari tempat bimbel ini.#Bersambung (I) ...
2 komentar:
Lanjutkaaaaaaaaaaaaan............
hehehehehee
hahaaa... sipo.. :p
udah gue upload yang tentang kita.
Posting Komentar